Scabies

3:17 AM Posted by Dr. Irwan

Pagi ini ada seorang kenalan saya yang menanyakan penyakit scabies yang mengenai anaknya, saya jadi tertarik menulis tentang scabies, silakan disimak dibawah ini.

Scabies disebabkan oleh Sarcoptes scabiei. Pada manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis, pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. scabiei var ovis.

Bentuk tubuh tungau ini bundar dan mempunyai empat pasang kaki. Dua pasang kaki di bagian anterior memang menonjol keluar dari batas badan tungau, sedangkan dua pasang bagian posterior tidak sampai melewati batas badan.

Yang betina sesudah dibuahi oleh yang jantan-yang sering ada di permukaan kulit induk semang mengejar-ngejar betina yang telah dewasa untuk dikawini-masuk ke dalam lapisan kulit dengan membuat terowongan-terowongan.

Sarcoptes yang betina hidup di lapisan kulit stratum corneum dan lucidum. Di ujung terowongan sarcoptes yang betina bertelur. Dalam waktu yang singkat, telur ini menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda yang mempunyai kaki tiga pasang.

Akibat dari ulah sarcoptes betina yang membuat terowongan-terowongan di kulit dan hypopi yang makan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami kegatalan dan kesakitan. Penderita jadi sering menggaruk kulitnya. Akibat infeksi ektoparasit tersebut terbentuk kerak kudis yang berwarna coklat keabuan yang berbau anyir.

Sarcoptes tidak tahan dengan udara luar. Kalau orang yang menderita kudisan dan sering menggaruk pada kulit yang terkena tungau, tungau-tungau itu tetap dapat bertahan hidup karena kerak yang copot dari kulit memproteksi (jadi payung) tungau terhadap udara luar.

Di zaman Jepang, banyak orang yang menderita kudis dan penyakit kutu karena mereka kesulitan memperoleh makanan dan sarana pembersih tubuh. Saat itu padi/gabah harus dikumiyai, yakni dimasukkan ke dalam lumbung untuk keperluan perang Jepang.

Begitu miskinnya rakyat dan tidak adanya pasokan sarana pembersih tubuh, membuat orang sulit mendapatkan sabun. Sebagai gantinya mereka memakai daun-daunan. Di Jawa Tengah waktu itu dipakai daun dilem dan buah kelerak yang sering dipakai untuk membersihkan barang logam yang akan disepuh emas.

Diagnosis kudisan dilakukan dengan membuat kerokan kulit dari daerah kulit yang kudisan. Daerah itu biasanya menjadi kemerah-merahan. Kerokan yang baik bila dilakukan agak dalam akan membuat kulit sedikit mengeluarkan darah karena di sanalah bermukim betina-betina yang gravid dan banyak telur yang telah dikeluarkan tungau betina. Untuk melarutkan kerak kudis digunakan larutan KOH 10 persen.

Tungau ini bagi orang yang matanya tajam dapat dilihat sebagai titik-titik putih yang bergerak berjalan masuk dan keluar reruntuhan kerak bagaikan makhluk yang naik turun bukit dan masuk goa. Tetapi, kebanyakan orang sulit melihatnya sehingga perlu menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10-40 kali.

Kudisan dapat diobati dengan menggunakan bubuk-bubuk belerang yang dicampur dengan minyak kelapa dan dioleskan pada kulit yang terkena kudis.

Sebenarnya obat untuk memberantas kudis banyak sekali. Obat itu bisa berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mempunyai daya miticid, dari zat kimia anorganik maupun organik. Dapat juga dari minyak tambang.

Montir mobil yang sehari-hari kulitnya berlumuran oli, kalis dari kudisan. Untuk mengurangi rasa sakit dan gatal sering kita lihat orang memanaskan bagian tubuh yang terkena kudis di atas bara api.

Daerah yang terkena kudis biasanya tangan dan kaki, terutama celah-celah jari tangan dan kaki, pantat (terutama daerah sekitar anus ketiak). Kalau tidak segera diobati, kudis bisa menjalar ke seluruh tubuh.

Kudisan ini dalam dunia kedokteran hewan termasuk salah satu penyakit dalam Undang-Undang Veteriner. Artinya, kudis menjadi penyakit yang wajib dilaporkan (reportable diseases).

Kudisan sekarang ini masih bisa didapati pada masyarakat yang tinggal di permukiman dengan kondisi sanitasi dan kesehatan penduduknya buruk. Mereka yang rentan ini biasanya adalah yang secara tidak teratur memperoleh gizi cukup, jarang mandi dan membersihkan diri, dan terpaksa hidup berdesakan dalam ruang yang sempit. Karena itu, kudis mudah dijumpai di kawasan permukiman kumuh atau tempat-tempat penampungan misalnya tempat pengungsian.

0 comments:

Post a Comment